Rabu, 16 September 2009

Jenis-jenis lovebirt di Indonesia



love birt dikenal di Indonesia sekitar 6-8 tahun lalu. Meski demikian, burung ini cepat populer, bahkan melampaui popularitas burung-burung hias lokal seperti kakatua, betet, maupun beo.

Warna bulunya memang sangat indah dan bervariasi. Sifatnya yang jinak dan lucu makin membuat orang gemar memeliharanya, atau sekurangnya menikmati keindahan warna bulu-bulunya. Bahkan, entah siapa yang memeloporinya, orang-orang Barat menyebutnya sebagai ''burung pencinta''. Mungkin karena mereka terkenal sangat setia dengan pasangan masing-masing. Sekali berjodoh, sulit untuk meninggalkan pasangannya.

Habitat asalnya adalah Madagaskar serta beberapa pulau di lepas pantai Afrika. Pada akhir abad ke-20, beberapa spesies kemudian diekspor ke Amerika dan Eropa secara besar-besaran. Ternyata di negara-negara barunya itu, lovebird berhasil ditangkarkan serta dikembangbiakkan dengan baik. Beberapa diantaranya kemudian diekspor ke Indonesia, dan bisa pula berkembang biak dengan baik. Dapat disimpulkan, daya adaptasi lovebird sangat sempurna, sehingga bisa hidup dan berbiak dengan baik di daerah tropis, subtropis, maupun negara-negara yang memiliki empat musim.

Berparuh Bengkok

Lovebird merupakan spesies burung berparuh bengkok, seperti halnya beo, betet, macaw, dan kakatua. Namun ukuran tubuhnya lebih kecil jika dibandingkan dengan burung-burung berparuh bengkok lainnya. Panjang tubuhnya cuma 13-17 cm, dengan berat 42-60 gram. Jika dirawat dengan baik, umurnya bisa mencapai 10-12 tahun, bahkan ada juga yang mencapai umur lebih dari itu,

Jumlah telur yang dihasilkan berkisar antara 3 sampai 8 butir, tapi kebanyakan hanya 4-5 butir saja. Meskipun telur lovebird jauh lebih kecil daripada ayam, tetapi lama pengeramannya justru lebih lama. Telur ayam hanya memerlukan waktu 21 hari untuk menetas, sedangkan telur lovebird selama 23-25 hari.

Induk betina mulai mengeram setelah menghasilkan telur kedua. Terkadang induk jantan pun ikut membantu mengerami, sehingga tugas mengerami dilakukan secara bergantian. Kebiasaan ini semakin menambah ''kadar kesetiaan'' jantan terhadap betinanya.

Di alam bebas, lovebird muda sudah berani terbang meninggalkan sarang setelah berumur 38-50 hari. Bahkan, 14 hari setelah ''berlatih'' terbang, mereka sudah berani memisahkan diri dari kedua induknya, alias ingin hidup mandiri. Melihat kenyataan itu, para penangkar bisa mengaplikasikannya di alam kandang. Artinya penyapihan bisa dilakukan pada umur dua bulan.

9 Spesies

Warna bulu pada lovebird memang sangat bervariasi, karena ada sembilan spesies (jenis), yang semuanya termasuk dalam genus Agapornis. Ke-9 spesies itu adalah abyssian lovebird (A. taranta), madagascar lovebird (A. cana), red-faced lovebird (A. pullaria), (black-collared lovebird (A. swinderniana), peach-faced lovebird (A. roseicollis), nyasa lovebird (A. lilianae), black-cheeked lovebird (A. nigrigenis), fischer lovebird (A. fischeri), dan masked lovebird (A. personata).

Beberapa ahli burung membagi lovebird berdasarkan tingkat kelangkaannya, yang mana terdapat dua pengelompokan: jenis umum dan langka. Jenis umum, misalnya, A. roseicollis, A. personata, dan A. fischeri. Selebihnya termasuk langka, karena jarang dijumpai dan sukar ditangkarkan. Jenis langka yang masih dapat dijumpai umumnya sudah merupakan persilangan dengan A. personata.

Yang paling banyak dipelihara di Indonesia adalah red-faced lovebird (A. pullaria). Jenis ini mempunyai ciri khusus pada wajah dan keningnya. Sesuai dengan namanya, wajah dan keningnya berwarna merah-oranye (jantan) atau oranye saja (betina).

Sebagian pakar lovebird mengelompokkan burung ini menurut tingkat kesulitannya dalam membedakan jenis kelamin. Tetapi sebagian ahli mengelompokkannya menurut tingkat kelangkaannya.

Berdasarkan tingkat kesulitan membedakan jantan dan betina, lovebird dibedakan menjadi tiga kelompok. Yaitu jenis lovebird yang mudah dibedakan (sexually dimorphic), antara lain A. taranta, A. cana, dan A. pullaria; sulit dibedakan (intermediate), misalnya A. swinderniana dan A. roseicollis; serta tak bisa dibedakan antara jantan dan betina, antara lain

A. lilianae, A. nigrigenis, A. fischeri, dan A. personata.

Sedangkan berdasarkan tingkat kelangkaannya, dikenal lovebird yang umum (mudah dijumpai) dan lovebird yang langka (sulit dijumpai lagi). Yang termasuk dalam kelompok umum hanya tiga spesies, yaitu A. roseicollis, A. personata dan A. fischeri. Selebihnya termasuk langka, sebab jarang dijumpai dan sulit ditangkarkan.

Bagaimana dengan Agapornis pullaria yang banyak dipelihara di Indonesia? Jika darahnya masih murni, jenis ini termasuk langka. Agapornis pullaria yang ada sekarang kebanyakan merupakan hasil persilangan dengan Agapornis personata, sehingga warna bulunya makin bervariasi.

Sumber: (Moch Achid Nugroho-35)